
PRESIDEN Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan bahwa ia berharap Amerika Serikat akan "tetap teguh" menghadapi tuntutan Rusia untuk mencabut sanksi sebagai syarat gencatan senjata di Laut Hitam.
Moskow mengumumkan gencatan senjata maritim yang diumumkan untuk memungkinkan kapal dagang melintas dengan aman hanya akan dimulai setelah pembatasan Barat terhadap perdagangan pangan dan pupuk Rusia dicabut.
Zelensky menyampaikan pernyataan ini dalam sebuah wawancara panel di Paris dengan jurnalis dari berbagai negara Eropa.
Ketika ditanya oleh BBC apakah AS akan menolak tekanan Rusia, ia menjawab, "Saya berharap begitu. Semoga Tuhan memberkati mereka. Tapi kita lihat saja nanti."
Gedung Putih mengatakan delegasi Rusia dan Ukraina telah menyepakati gencatan senjata di Laut Hitam setelah tiga hari perundingan terpisah dengan pejabat AS di Arab Saudi. Namun, beberapa jam kemudian, Kremlin merilis pernyataan sendiri yang mencantumkan sejumlah syarat.
Tuntutan Moskow termasuk pencabutan sanksi Barat terhadap lembaga keuangan yang terlibat dalam perdagangan pertanian serta pemulihan akses mereka ke sistem pembayaran internasional Swift, jaringan yang memfasilitasi komunikasi keuangan yang aman.
Presiden AS Donald Trump mengatakan pemerintah AS sedang "mempertimbangkan" permintaan Rusia untuk pencabutan pembatasan tersebut. Namun, Uni Eropa menyatakan tidak akan mempertimbangkan pencabutan sanksi sebelum Rusia menarik pasukannya secara "tanpa syarat" dari wilayah Ukraina yang diakui secara internasional.
Berbicara kepada panel di Paris, Zelensky mengatakan ia "sangat berterima kasih" atas dukungan bipartisan dari AS, tetapi ia khawatir beberapa pihak "terpengaruh oleh narasi Rusia". "Kami tidak bisa menyetujui narasi-narasi itu," katanya.
Ketika ditanya apakah Presiden AS Donald Trump memiliki hubungan lebih dekat dengannya atau dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, Zelensky menjawab ia tidak tahu.
"Saya tidak tahu—sulit bagi saya untuk mengatakan," katanya. "Saya tidak tahu hubungan apa yang dia miliki, saya tidak tahu berapa banyak percakapan yang sudah dia lakukan."
Pemimpin Ukraina itu juga dimintai tanggapan terkait pernyataan utusan Trump, Steve Witkoff, yang dalam wawancara pekan lalu meremehkan upaya Eropa untuk membentuk "koalisi negara-negara yang bersedia" mendukung Ukraina.
Sebagai tanggapan, Zelensky mengatakan ia tidak akan "terburu-buru mengambil kesimpulan". Ia menambahkan Witkoff, yang memiliki latar belakang di bidang pengembangan properti, tidak memiliki pengalaman yang relevan.
"Sejauh yang saya tahu, dia sangat paham bagaimana membeli dan menjual properti, tetapi itu sesuatu yang berbeda," ujarnya.
Ia juga menekankan Eropa "menguat secara signifikan" selama perang berlangsung.
BBC juga bertanya kepada Zelensky bagaimana ia ingin dikenang dalam buku sejarah—sebagai orang yang menyelamatkan Ukraina atau yang membiarkannya jatuh.
"Saya tidak tahu apa yang akan ditulis buku sejarah tentang saya," jawabnya. "Itu bukan tujuan saya."
Ia mengatakan bahwa tujuannya adalah untuk membela Ukraina dan memastikan anak-anaknya bisa "berjalan di jalan-jalan mereka tanpa harus bersembunyi".
"Saya akan melakukan segala yang saya bisa sampai akhir hayat saya untuk membela Ukraina semampu saya," tambahnya.
Mengenai apakah Ukraina seharusnya diizinkan bergabung dengan NATO, Zelensky mengatakan bahwa negaranya yang "sudah teruji dalam pertempuran" akan membuat aliansi tersebut lebih kuat. Namun, ia mencatat pemerintahan Trump menolak keanggotaan Ukraina di NATO.
Wawancara ini dilakukan tak lama setelah Zelensky bertemu dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron di Paris, di mana Menara Eiffel diterangi dengan warna bendera Ukraina sebagai bentuk penghormatan.
Presiden Ukraina kembali ke Eropa untuk menggalang dukungan dari sekutunya dan meyakinkan mereka agar lebih serius menghadapi ancaman dari Putin.
Saat ini, negara-negara Eropa mulai bergerak—beberapa bahkan bisa dikatakan tergesa-gesa—setelah sebelumnya mengandalkan Amerika untuk mengisi celah dalam kapasitas militer mereka.
Setelah berbagai pernyataan Trump dalam dua bulan terakhir, orang-orang Eropa kini menyadari bahwa Amerika mungkin tidak akan selalu ada di masa depan, sehingga mereka harus berpikir lebih strategis.
Tantangan bagi Zelensky adalah meyakinkan mereka untuk memberikan komitmen dana konkret, bukan sekadar pernyataan dukungan.
Pertemuannya dengan Macron sudah membuahkan hasil, dengan Presiden Prancis mengumumkan paket bantuan militer baru senilai €2 miliar (sekitar Rp35 triliun) bagi Ukraina.
Terkait permintaan Kremlin untuk mencabut sanksi, Macron menegaskan Moskow tidak bisa "mendikte syarat-syarat" perdamaian, seraya menambahkan masih terlalu dini untuk mempertimbangkan pencabutan sanksi Eropa terhadap Rusia.
Pernyataan ini muncul menjelang pertemuan para pemimpin Eropa di Paris pada Kamis untuk membahas perang di Ukraina.
"Koalisi negara-negara yang bersedia"—yang tidak melibatkan AS—sedang berupaya mencapai kesepakatan mengenai bentuk dukungan yang dapat diberikan oleh negara-negara Eropa dan mitra lainnya untuk menjaga gencatan senjata di masa depan, jika kesepakatan dapat dicapai. (BBC/Z-2)