
DIREKTUR Utama (Dirut) BRI Sunarso mewaspadai potensi perang dagang akibat pengenaan tarif tinggi oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dapat memicu
kekhawatiran pengetatan likuiditas perbankan akibat suku bunga yang tinggi. Dengan dinamika global tersebut, Sunarso melihat sempitnya peluang bank sentral AS atau The Federal Reserve (The Fed) memangkas suku bunga acuan (fed fund rate/ FFR) secara agresif di tahun ini.
"Untuk pertumbuh perbankan masih menghadapi tantangan likuiditas. Kenapa? Karena secara global, kita tidak bisa berharap banyak tentang penurunan fed fun rate," ungkap Sunarso dalam konferensi pers Paparan Kinerja BRI Triwulan 4 2024 secara virtual, Rabu (12/2).
Dirut BRI itu menilai kebijakan perang tarif yang dikenakan AS kepada Tiongkok, Meksiko dan Kanada dapat akan menekan aktivitas produksi di negara-negara produsen. Serta, menyebabkan penurunan daya saing ekspor akibat harga tinggi. Hal ini diyakini akan memberikan dampak ke domestik, karena AS dan Tiongkok merupakan mitra dagang utama Indonesia.
"Kebijakan yang lebih proteksi dan juga tarif yang dikenakan oleh AS terhadap Tiongkok, Meksiko, dan Kanada, serta pernyataan The Fed yang hawkish, akan menjadi tantangan bagi pertumbuhan ekonomi domestik," kata Sunarso.
Selain itu, lanjut Sunarso, menyoroti masalah penurunan inflasi di dalam negeri yang mengindikasikan anjloknya penurunan daya beli masyarakat. Dengan terganggunya pertumbuhan ekonomi dan kondisi likuiditas yang menantang, praktis memberikan dampak besar terhadap bisnis usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di Indonesia.
"Turunnya inflasi di Januari, dapat menekan daya beli dan juga konsumsi masyarakat. Ini berdampak buruk terhadap UMKM. Pertumbuhan kredit UMKM juga akan berdampak," ucap Sunarso.
Pihaknya pun menargetkan pertumbuhan kredit pada 2025 berada di kisaran 7%-9% secara tahunan (year on year/yoy) di tahun ini. Proyeksi tersebut tidak jauh berbeda dengan capaian pertumbuhan kredit di tahun lalu yang mencapai 6,97% yoy atau berhasil menyalurkan kredit hingga Rp1.354,64 triliun di 2024.
"Kita menargetkan pertumbuhan kredit di kisaran 7%-9%," kata Sunarso.
BRI, lanjutnya, juga berupaya menjaga margin bunga bersih atau net interest margin (NIM) pada kisaran 7,3%–7,7%. Serta, menjaga rasio kredit bermasalah atau nonperforming loan (NPL) di bawah 3% pada tahun ini.
"Demikian juga untuk non performing loan, terutama di UMKM, mudah-mudahan bisa di bawah 3%," ucapnya.
Pihaknya juga menargetkan dapat menurunkan biaya kredit atau cost of credit (CoC) di kisaran 3%-3,2%. Hal ini untuk menjaga bunga kredit di tengah tekanan ekonomi global dan pertumbuhan ekonomi nasional yang stagnan.
"Kita harus jaga-jaga dengan guidance tentang cost of credit sekitar 3%-3,2%. Kalau bisa lebih rendah dari itu akan lebih baik. Tapi, untuk prudensial saya pikir kita masih menganggarkan cost of credit di kisaran 3%-3,2%," pungkasnya. (Ins/P-3)